Langsung ke konten utama

RESENSI NOVEL : HIPERNOVA Sang Paradoks, Pesujud dan Monotheisme



JUDUL BUKU : HIPERNOVA | PENULIS : FARIZA AULIA JASMINE TEBAL BUKU : 230 HALAMAN | PENERBIT : TIGA SERANGKAI TAHUN TERBIT : 2018 GENRE : RELIGI, FIKSI | NILAI : 4/5


    Tuhan tidak lain hanyalah proyeksi manusia. Begitulah pandangan Novae, sosok perempuan yang berprofesikan model terkenal penderita albino. Ia telah kehilangan kepercayaannya terhadap Tuhannya. Berawal sejak peristiwa yang telah terjadi yang dialaminya pada tragedi tsunami di Aceh tahun 2004. Selain itu ia juga kehilangan saudara-saudaranya dan juga keyakinannya sendiri terhadap hidup.


    “Selain Tuhan adalah proyeksi manusia, saat ini ketuhanan menjadi ajang bisnis bagi para umat ‘berkostum’ laksana malaikat, padahal lebih menyeramkan dari kostum hallowen. Mereka memasang karakter, image, bahkan menjual ayat-ayat yang disebut suci untuk sesuap nasi. Sialnya, banyak orang yang menyanggupi menggelontoran uang bernominal sangat besar sebagai konsumen mereka. Oh... sungguh proyek yang menguntungkan.” ujar Novae pada perjamuan makan malam perayaan keberhasil Geyaco di restoran bintang lima . Seisi meja membisu tak sehuruf pun.


    Tak hanya pemikiran Novae yang terkesan aneh, kritis, dan karakternya pun angkuh yang merujuk sosok introvert. Ia pun digambarkan mengalami kesulitan bersosialisasi dengan lingkungan disekitarnya. Hingga pada suatu hari Novae menemukan sebuah scrapbook yang bisa mengajaknya berdialog sampai mampu mengisi kekosongan dalam hidupnya dikala ia seharusnya membutuhkan teman untuk saling berbagi atau berkeluh kesah. Tulisan-tulisan pada scrapbook ini mengantarkan Novae dalam perjalanan spiritualnya mencari kebenaran dan keberadaan Tuhan di dunia.


    Novel ini ditulis oleh Fariza Aulia Jasmine, seorang pluviophile dan mantan pengidap maladaptive daydreaming yang pernah berkuliah di jurusan penyiaran, tetapi akhirnya ia memutuskan men-DO-kan diri karena merasa salah jalan. Novel ini ditulis dengan bahasa yang cukup mudah dimengerti. Meskipun dirasa ada beberapa kalimat agak berat pembahasan cerita di dalamnya seperti kajian filsafat. Ada 23 judul pada novel ini disetiap babnya. Sehingga penulis ingin membuat kita membacanya dengan rasa penasaran dan mendebarkan. Alur cerita pun dibuat maju-mundur dengan menggunakan sudut pandang dari sosok tokoh dibalik scrapbook. Penulis menyoroti peran tokoh dibalik scrapbook ini sebagai tokoh kedua yang menemani perjalanan Novae.


    “Jika memang Tuhan Maha Penguasa hati setiap manusia, mengapa tidak dibuatnya seluruh manusia menyembah Tuhan yang satu?” tanya Novae pada Kim saat itu. Sendu sedan Kim redup. “Kau ingat kejadian ini, Novae? Sungguh, hingga sekarang telah menjadi misteri apa yang sebenarnya kau rasakan saat mendengar Kim mengundurkan diri menjadi asistenmu. Lalu, apa yang sebenarnya kau rasakan saat itu, Novae?” tanya penulis pada scrapbook yang dibaca Novae. Kemudian penulis scrapbook menceritakan kembali saat scene berganti dimana adegan Kim bertemu dengan seorang photografer yang lusuh. “Kamu nggak perlu mengetahuinya. Kamu hanya perlu memberitahukannya satu hal, bahwa Tuhan mau, Dia mampu menghendaki seluruh orang di bumi beriman kepada-Nya, seperti yang diterangkan dalam Al-Qur’an Surah Yunus Ayat 99 – 100. Tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin-Nya. Tetapi, Tuhan tak kan memaksa manusia agar mereka menjadi orang yang beriman. Sebab, mereka telah dikaruniai akal untuk memilih yang hak atau yang bathil.”


    Hal yang saya sukai pada novel ini adalah sosok karakter dibalik scrapbook yang misterius, cerdas dan bijak. Mampu memberikan pencerdasan maupun pencerahan untuktokoh Novae yang terkesan agnostik. Pembicaraan soal keyakinan, belakangan ini memang sangat menarik dan menjadi topik yang paling banyak didiskusikan di jagat media sosial. Meskipun terkadang pembicaraan soal pandangan agama ataupun keyakinan bisa menimbulkan konflik, namun tetap saja topik ini tak pernah membosankan untuk dibicarakan. Karena hakikatnya setiap manusia memiliki fase perjalanan dengan proses yang berbeda-beda dalam memaknai hidup. Novel ini pun hadir ditengah kegersangan jiwa bagi kaum millenials kekinian yang sedang mencari makna dibalik keberadaan dan kebenaran Tuhan.


    Hal yang perlu dicatat juga dalam novel ini adalah penulis berhasil menyajikan penjelasan sederhana mengenai pertanyaan-pertanyaan umum tentang kebenaran dan keberadaan Tuhan, seperti Tuhan yang pensiun, definisi Tuhan itu apa? Mengapa Tuhan menjadikan bencana di Bumi-Nya? Penjelasannya logis dan disertai bukti dan fakta. Bahkan penulis novel pun memasukkan kutipan dalam kitab suci Al Qur’an maupun quotes tokoh dunia pun menambah nilai isi novel ini menjadi padat dan berisi. Tak hanya sekedar hiburan, novel ini pun mampu memberikan wawasan dan pengetahuan akan agama maupun memaknai kehidupan. Saya pun merekomendasikan buku ini untuk patut dibaca dikalangan anak muda yang sedang mencari jati diri akan hidupnya terhadap Tuhannya.


    Ibarat koin memiliki dua sisi. Novel ini pun memiliki kekurangannya. Beberapa rangkaian kalimat terdapat bahasa yang ambigu. Selain itu juga pembaca diharapkan memiliki keyakinan yang kuat agar tidak goyah dalam membaca novel ini. Goyah yang dimaksud disini, mengikuti cara pandang berpikir kritis seperti tokoh Novae dalam novel. Sebetulnya berpikir kritis itu diperbolehkan, namun jangan sampai Anda tersesat sendirian! Semangat membaca 😊


Bandung Barat, 13 April 2021 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Insecure, Mentalitas Budaya Kekinian

     Insecure , kata yang populer di era generasi Z saat ini. Kehadirannya menjadi trending topic saat kemajuan teknologi semakin berkembang dengan ditandai munculnya dalam platform media social seperti TikTok, youtube , facebook, instagram dan twitter . Bahkan menjadi tema menarik dalam pembahasan psikologi di kalangan anak muda. Hal ini dipicu pula karena adanya pengaruh media yang mengakibatkan anak muda saat ini merasa dirinya tidak percaya diri, cemas bahkan merasa tidak aman. Sehingga cenderung etnosentris, membanding-bandingkan pencapaian atau keberhasilan dirinya dengan orang lain ataupun kelompok yang terlihat berbeda dengan dirinya.      Adanya pengaruh dari framing media yang membuat standar ideal dalam kehidupan manusia menjadi pemicu dalam kehidupan sehari-hari. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak publik lebih tertuju pada hasil ketimbang proses. M

Sakaw On Tablet

Pembelajaran dengan menggunakan gadget di sekolah bukanlah hal yang baru apalagi asing bagi dunia pendidikan.  Beberapa sekolah sudah menerapkan dan beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terutama di masa pandemi untuk sekolah berasrama atau boarding menjadi hal baru dalam hal regulasi penggunaan gadget . Hal ini menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi siswa. Karena mereka tidak lagi tertinggal dalam hal informasi dan dapat mengakses informasi secara leluasa serta tidak merasa lagi dalam 'penjara suci' bagi sekolah boarding atau pesantren. Bagi guru hal ini menjadi masalah baru dengan beredarnya tablet di sekolah maupun di asrama. Mengapa? Karena siswa menjadi tidak fokus dalam belajar dan sulit dikendalikan. Kolaborasi pembelajaran dengan metode asinkron dan hybrid learning digunakan sebagai solusi atas terbatasnya jarak di masa pandemi ini. Namun, pada prakteknya seringkali penggunaan tablet di sekolah pada waktu istirahat maupun sedang berlangsung